Halaman

Kamis, 10 November 2011

SUMBER-SUMBER HUKUM

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah “segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat menmksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata”.

Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:

1) Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari pelbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contoh:

a. Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan- kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum;

b. Seorang ahli kemasyarakatan (Sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

2) Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:

a. Undang-Undang (statute)

b. Kebiasaan (costum)

c. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)

d. Traktat (treaty)

e. Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)

3) Undang-Undang

Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yaitu :

a. Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya: dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen);

b. Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.

1) Syarat-syarat berlakunya bagi suatu penduduk.

Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh Menteri/Sekretaris Negara (dahulu Menteri Kehakiman).

Tanggal mulai berlakunya satu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Jika tanggal itu berlakunya tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undang- undang itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam L.N. untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam L.N. Sesudah syarat tersebut dipenuhi, maka berlakulah suatu fictie dalam hukum: “SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SUATU UNDANG-UNDANG.” Hal ini berarti jika ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut,ia tidak diperkenankan membela dan membebaskan diri dengan alasan: “Saya tidak tahu menahu adanya undang-undang itu.”

2) Berakhimya kekuatan berlakunya suatu undang-undang

Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:

a. jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.

b. keadaan suatu hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi.

c. undang-undang itu dengan tegas dicabut instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.

d. telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.

3) Pengertian Lembaran Negara dan Berita Negara

Pada jaman Hindia-Belanda Lembaran Negara disebut Staatsblad (disingkat Stb atau S.). Setelah suatu undang-undang diundangkan dalam L.N., ia kemudian diumumkan dalam Berita Negara, setelah itu diumumkan dalam Siaran Pemerintah melalui radio/televisi dan melalui surat-surat kabar. Pada jaman Hindia-Belanda, Berita Negara disebut De Javasche Courant, dan di jaman Jepang disebut Kan Po. Adapun beda antar Lembaran Negara dan Berita Negara ialah:

a. Lembaran Negara ialah suatu Lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) suatu peraturan-peraturan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Penjelasan daripada suatu undang-undang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara, yang mempunyai nomor berurut. Lembaran Negara diterbitkan oleh Departemen kehakiman (sekarang Sekretariat Negara), yang disebut dengan tahun pemberitaannya dan Nomor berurut.

Misalnya :

L.N. tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1)

L.N. tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962)

Contoh :

1) L.N. 1950 No. 56 isinya: Undang-undang dasar Sementara (1950).

2) L.N 1959 tentang peraturan Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.

3) L.N 1961 No. 302 isinya: Undang-Undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.

b. Berita Negara ialah suatu penerbitan resmi Menteri Kehakiman (Sekretariat Negara) yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu

Seperti : akta pendirian P.T., Fimia, Koperasi, nama-nama orang dinaturalisasi menjadi Warga negara Indonesia dan lain-lain.

Catatan : Tempat pengundangan Peraturan-peraturan Daerah/ Kotapraja ialah: Lembaran Daerah/Lembaga Kotapraja.

4) Kebiasaan (Custom)

Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang- ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian mpa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbuah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

Contoh : apabila seorang komisioner sekali menerima 10% dari hasil penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang- ulang dan juga komisioner yang lain pun menerima upah yang sama yaitu 10% maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan (unsance) yang lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.

Soalnya apakah seorang hakim juga harus memperlakukan hukum kebiasaan? Menurut pasal 15 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB): “Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan.”

Jadi hakim harus memakai kebiasaan dalam hal-hal UU menunjuk kepada kebiasaan.

Contoh : dalam pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) disebutkan: Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan- persetujuan itu, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu diwajibkan oleh kebiasaan.

5) Keputusan Hakim (Jurisprudensi)

Adapun yang merupakan Peraturan Pokok yang pertama pada jaman Hindia-Belanda dahulu ialah Algemene Bepalingen van wetgeping voor Indonesia yang disingkat A.B. (Ketentuan-ketentuan Umum Tentang Peraturan-perundangan Indonesia).

A.B. ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang tennuat dalam Staatsblad 1847 No. 23, dan sehingga saat ini masih belaku bedasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang masih berlangsung berlaku selama sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Menurut pasal 22 A.B.: “de regter, die wegert regt te spreken onder voorwendsel van stilzwijgen, duisterheid der wet kan uit hoofde van rechtswijgering vervolgd worden," yang mengandung arti, “ Hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia akan dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili.

” Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila undang-undang ataupun kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.

Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22 A.B. menjadilah dasar keputusan hakim lainnyalkemudian untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan. Dan Keputusan Hakim yang demikian disebut hukum Jurisprudensi.

Jadi Jurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.

Ada dua macam Jurisprudensi yaitu:

a. jurisprudensi tetap

b. jurisprudensi tidak tetap.

Adapun yang dinamakan jurisprudensi tetap, ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan. Seorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dengan isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang serupa.

Jelaslah bahwa jurisprudensi adalah juga sumber hukum tersendiri.

6) Traktrat (Teraty)

Apabila dua orang mengadakan kata-sepakat (konsensus) tentang sesuatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu.

Hal ini disebut Pacta Sunt Servanda yang berarti, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.

Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih disebut perjanjian antara negara atau perjanjian intemasional ataupun Traktat. Traktat juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan.

Jika traktat diadakan oleh dua negara, maka traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian intemasional yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Cina tentang “Dwi Kewarganegaraan”.

Jika diadakan oleh lebih dari dua negara, maka Traktat itu disebut Traktat Multilateral, misalnya perjanjian intemasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropah (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropah.

Apabila ada Traktat Multilateral memberikan kesempatan pada negara- negara yang pada permulaan tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya, maka traktat tersebut adalah Traktat Kolektif atau Traktat Terbuka, misalnya Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa.

7) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)

Pendapat para sarjana hukum yang temama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pegambilan keputusan oleh hakim.

Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hukum sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya; apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.

Terutama dalam hubungan intemasional pendapat-pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Bagi hukum intemasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

Mahkamah Intemasinal dalam Piagam Mahkamah Intemasional (Statute Of the Intemasional Court of Justice) pasal 38 ayat 1 mengakui, bahwa dalam menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman yang antara lain ialah :

a. Perjanjian-perjanjian intemasional (Intemational conventions)

b. Kebiasaan-kebiasaan intemasional (Intemational customs)

c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recognised by civilsednations)

d. Keputusan hakim (Judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar